Tugas Kelompok
AIK
VII
“WASIAT”
Di susun oleh :
Kelompok II
Saputra Handayani 10540 6521 11
Sri Rahayu 10540 6523 11
Kasmawati 10540 6526 11
Asrawati Asri 10540 6527 11
KELAS : VII.D
JURUSAN PGSD S1
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, segala puji atas kehadirat Allah swt, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kita semua, terutama kepada kami sehingga dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah AIK VII dengan judul “wasiat”
Adapun penulisan dalam makalah ini,
disusun secara sistematis dan berdasarkan metode-metode yang ada, agar mudah
dipelajari dan dipahami sehingga dapat
menambah wawasan pemikiran para pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya adanya
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari
para pembaca agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan........................................................................................................... 2
D.
Manfaat........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A.
Pengertian wasiat........................................................................................
3
B. Dasar
hukum wasiat..................................................................................... 3
C. Kedudukan
hukum wasiat........................................................................... 5
D.
Rukun wasiat...............................................................................................
7
E. Syarat-syarat
wasiat..................................................................................... 7
F.
Status barang................................................................................................ 7
G.
Kadar wasiat...............................................................................................
8
H. Hikmah
wasiat.............................................................................................. 8
I.
Pembatalan wasiat........................................................................................ 9
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
A. Kesimpulan................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam perjalanan hidup akan
mengalami tiga dekade atau peristiwa yang paling penting, yaitu waktu
dilahirkan, waktu menikah, dan waktu meningga. Pada saat seorang manusia
dilahirkan akan tumbuh sebuah tugas baru yang didalamnya terdapat sebuah
keluarga. Demikian dalam pengertian sosiologis akan menjadikan pengemban dari
hak dan kewajiban. Kemudian setelah ia dewasa akan melakukan perkawinan yaitu
ketika ia telah bertemu dengan dambaan hati yang akan menjadi kawan hidupnya
untuk membangun dan menunaikan darma baktinya yaitu berlangsungnya sebuah
keturunannya.
Kemudian manusia pada suatu saat
akan meninggal dunia. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang sangat
penting, sebab hal tersebut diliputi dengan suasana yang sangat penuh dengan
kerahasiaan dan menimbulkan rasa sedih. Kesedihan yang meliputi seluruh
keluarga yang ditinggalkannya dan duka teman-teman semenjak masa hidupnya.
Dimasa yang seperti itulah maka timbul sebuah permasalah setelah seorang
meninggal dunia yang didalamnya terdapat harta yang telah ditinggalkan
bagaimana hukumnya dan apakan orang yang sudah meninggal dapat melakukan
peralihan (perbuatan hukum) wasiat yang dilakukan oleh orang sudah dekat
ajalnya.
Wasiat adalah amanah yang diberikan seseorang menjelang
ajalnya atau dia membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang tidak sehat,
artinya bukan ketika menjelang ajal. Wasiat dapat dipandang sebagai bentuk
keinginan pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang diberi wasiat. Oleh
karena itu, tidak semua wasiat itu berbentuk harta. Adakalanya wasiat itu
berbentuk nasihat, petunjuk perihal tertentu, rahasia orang yang memberi
wasiat, dan sebagainya (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 343).
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wasiat?
2. Apakah dasar dan hukum wasiat?
3. Apa saja rukun dan syarat wasiat?
4. Bagaimanakah status barang dan
ukuran wasiat?
5. Apa sajakah hikmah wasiat?
6. Hal-hal apa sajakah yang membatalkan
wasiat?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian
wasiat
2. Untuk menjelaskan dasar dan hukum wasiat
3. Untuk menjelaskan rukun dan syarat
wasiat
4. Untuk menjelaskan status barang dan
ukuran wasiat
5. Untuk mendeskripsikan hikmah wasiat
6. Untuk mendeskripsikan hal-hal apa
sajakah yang membatalkan wasiat
D. Manfaat
1. Menambah
wawasan kita terutama yang menyangkut dengan pengertian wasiat, dasar dan hukum
wasiat, rukun dan syarat wasiat, status barang dan ukuran wasiat, dan hikmah wasiat serta hal-hal yang membatalkan
wasiat
2. Sebagai
bahan referensi bagi kita semua dalam meningkatkan pengetahuan kita mengenai wasiat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wasiat
Kata “wasiat” artinya pesan yang di sampaikan oleh
seseorang, artinya lafdhiyahnya adalah menyampaikan sesuatu. Dalam istilah
syara’ wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa
barang, piutang maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat
itu, sesudah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Sebagian ahli hukum
islam mendefinisikan wasiat itu adalah pemberian hak milik secara suka
rela yang dilaksanakan setelah si pemberinya wafat.
Wasiat itu adalah pemberian hak milik secara
sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya mati. Dari sini jelaslah
perbedaan antara hibah dan wasiat. Pemilikan yang diperoleh dari hibah itu
terjadi pada saat itu juga; sedangkan pemilkan yang diperoleh dari wasiat itu
terjadi setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Ini dari satu segi;
sedangkan dari segi lain, hibah itu berupa barang; sementara wasiat bisa berupa
barang, piutang ataupun manfaat.
B.
Dasar Hukum
Wasiat
Wasiat dilaksanakan dengan landasan hukum sebagai
berikut:
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180:
1.
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ
خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِين
Artinya : “Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(Q.S.
Al-Baqarah: 180)
2. An- Nisa’ayat 11:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا
تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ
إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ
آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian
dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(Q.S. An-Nisa’: 11)
3. Al- Maidah ayat
106:
4.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ
أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ
آَخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ
فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ
فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ
كَانَ ذَا قُرْبَى وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ
الْآَثِمِينَ
Artinya “Hai orang-orang
yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan
berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di
antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu[454], jika kamu
dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan
kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya
bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak
akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan
seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan
persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk
orang-orang yang berdosa".
Hadis Rasulullah saw; yang artinya: “Diriwayatkan dari
Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar r.a. dia berkata, “Rasulullah
sawbersabda,hak bagi orang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak di
wariskan, sesudah bermalam selama dua malam, tiada lain wasiatnya itu tertulis
pada amal kebajikanya.” Ibnu Umar berkata, “tidak berlalu bagi ku satu
malam pun sejak aku mendengar Rasulullah saw mengucapkan hadis itu, kecuali
wasiatku selalu berada di sisiku.”
Pengertiah hadis tersebut ialah wasiat itu dalam bentuk
tertulis selalu berada di sisi orang yang berwasiat, sebab kemungkinan orang
yang berwasiat itu meninggal dunia secara mendadak. Karena itu imam Syafi’i
mengatakan, tidak ada kehati-hatian dan keteguhan bagi seorang muslim,
melainkan bila wasiatnya itu tertulis dan berada di sisinya jika dia mempunyai
sesuatu yang hendak di wasiatkan, sebab dia tidak tahu kapan ajalnya akan
datang. Sebabnya jika dia meninggal dunia, sedang wasiatnya tidak tertulis dan
tidak berada di sisinya kemungkinan besar wasiatnya itu tidak akan bisa
terlaksana.
C.
Kedudukan Hukum Wasiat
Mengenai kedudukan hukum wasiat, ada yang berpendapat
bahwa wasiat itu wajib bagi setiap orang yang meninggalkan harta, baik harta
itu banyak ataupun sedikit. Pendapat ini di katakan oleh Az-Zuhri dan Abu
Mijlaz. Pendapat ini berpatokan pada Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 180 yang
mewajibkan wasiat ketika seseorang menghadapi kematian.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wasiat kepada kedua orang
tua dan karib kerabat yang tidak mewarisi dari si mayat itu wajib hukumnya.
Pendapat ketiga adalah pendapat empat imam mazhab dan
aliran Zaidiyah yang menyatakan bahwa wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap
orang yang meninggalkan harta (pendapat pertama), dan bukan pula
kewajiban terhadap kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mendapat
harta warisan (pendapat kedua): tetapi wasiat itu hukumnya berbeda-beda menurut
keadaan. Wasiat itu terkadang wajib, terkadang sunat, terkadang haram,
terkadang makruh, dan terkadang mubah (boleh).
-
Wasiat itu wajib dalam keadaan manusia
mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan di sia-siakan bila dia tidak
berwasiat, seperti adanya titipan utang kepada Allah dan utang kepada sesama
manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau
haji yang belum dilaksanakan, atau dia mempunyai amanat yang belum disampaikan,
atau dia mempunyai utang yang tidak diketahui selain oleh dirinya, atau dia
mempunyai titipan yang di persaksikan.
-
Wasiat itu di sunatkan jika
diperuntukan kepada kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir, dan
orang-orang saleh.
-
Wasiat itu diharamkan jika merugikan
ahli waris. Misalnya, wasiat yang melebihi 1/3 harta warisan, apalagi
menghabiskan harta waris. Diharamkan pula mewasiatkan khamar, membangun gereja,
atau tempat hiburan.
-
Wasiat itu makruh, bila orang yang
berwasiat sedikit hartanya, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris
yang membutuhkan hartanya. Demikian pula, dimakruhkan wasiat kepada orang-orang
yang fasik jika diketahui atau di duga dengan keras. Bahwa mereka akan
menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan. Akan tetapi apabila
orang yang berwasiat tahu atau menduga keras bahwa orang yang diberi wasiat
akan menggunakan harta itu untuk ketaatan, wasiat demikian menjadi sunat.
-
Wasiat itu di perbolehkan jika
ditujukan untuk orang-orang yang kaya, baik orang yang di wasiati itu kerabat
maupun orang yang jauh (bukan kerabat).
D.
Rukun wasiat
Rukun wasiat adalah sebagai berikut:
-
Ada pewasiat
-
Ada yang diberi wasiat atau penerima
wasiat
-
Ada sesuatu yang di wasiatkan, berupa
harta atau manfaat sesuatu
-
Ada akad atau ijab kabul wasiat secara
lisan atau tulisan.
E.
Syarat-syarat wasiat
Syarat-syarat wasiat adalah sebagai berikut:
- Orang yang memberi wasiat telah baliq, berakal, benar-benar hak atas harta benda yang akan di wasiatkan. Disamping itu pewasiat tidak dalam keadaan pengaruh atau tekanan,
- Orang yang menerima wasiat masih hidup,
- Jika yang diwasiatkan harta, jumlahnya tidak melebihi 1/3 harta waris;
- Wasiat dilaksanakan jika yang memberikannya meninggal dunia.
- Pernyataan yang jelas.
F.
Status barang
Disyaratkan agar yang diwasiatkan itu bisa dimiliki
dengan salah satu cara pemilikan setelah pemberi wasiat meninggal dunia. Dengan
demikian, sahlah wasiat mengenai semua harta yang bernilai, baik berupa barang
maupun manfaat. Sah pula wasiat tentang buah dari tanaman dan apa yang ada di
dalam perut sapi betina sebab yang demikian dapat dimiliki melalui warisan.
Selama yang diwsiatkan itu ada wujudnya pada waktu orang yang mewasiatkan
meninggal dunia, orang yang diberi wasiat berhak atasnya. Ini jelas berbeda
dengan wasiat mengenai barang yang tidak ada. Sah pula mewasiatkan piutang dan
manfaat seperti tempat tinggal serta kesenangan.
Tidak sah mewasiatkan bukan harta, sperti bangkai, dan
yang tidak bernilai, bagi orang yang mengadakan askad wasiat, seperti
khamar bagi kaum muslim.
Orang yang berwaiat biasanya ada yang memiliki ahli waris
dan tidak. Bila dia mempunyai ahli waris maka dia tidak boleh mewaistkan lebih
dari 13 hartanya. Apabila dia mewasiatkan hartanya lebih sepertiga, maka wasiat
itu tidak di laksanakan,
kecuali atas izin dari ahli waris, dan untuk melaksanakanya di perlukan dua
syarat sebagai berikut.
G.
Kadar Wasiat
Batas maksimal dalam memberikan wasiat adalah sepertiga dari
harta peninggalan, tidak boleh melebihi kecuali apabila diizinkan oleh ahli
warisnya sesudah meninggalnya orang yang berwasiat sebagaimana sabda Rosulullah
SAW:
إِنَّ اللهَ تَصَدَّقَ عَلَيْكُمْ بِثُلُثِ أَمْوَالِكُمْ
عِنْدَ وَفَاتِكُمْ زِيَادَةً فِي حَسَنَاتِكُمْ
Artinya:
“sesungguhnya Allah menganjurkan untuk bersedekah atasmu dengan sepertiga
harta pusaka kamu, ketika menjelang wafatnya, sebagai tambahan kebaikanmu” (H.R. Daruquthni)
H. Hikmah Wasiat
·
Bagi
yang berwasiat dengan mencari ridho Allah, maka allah akan memberikan pahala
yang berlipat ganda, dan memberikan berkah yang bermanfaat bagi penerima dan
masyarakat sekitarnya.
·
Pemberi
wasiat mendapat amal kebajikan yang banyak dari harta wasiatnya kepada orang
lain selama harta wasiat itu dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak.
·
Mentaati
perintah Allah swt. Sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Baqarah :180
·
Sebagai
amal jariyah seseorang setelah dirinya meninggal dunia
·
Menghormati
nilai-nilai kemanusiaan, terutama bagai kerabat atau orang lain yang tidak
mendapat warisan.
I.
Pembatalan
Wasiat
Ada
bebrapa hal yang bisa menjadikan batalnya wasiat yang mana Kompulasi telah
mengatur masalah ini cukup rinci, yaitu dalam pasal 197:
1. wasiat menjadi batal apabila calon
penerima wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum
tetap yang dihukum karena:
-
dipersalhkan
telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada wasiat.
-
dipersalahkan
secara memfitnah telah mengajukan pengaduhan bahwa pewasiat telah melakukan
suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman
yang lebih berat.
-
dipersalahkan
dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut
atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
-
dipersalahkan
telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan wasiat itu.
2. wasiat menjadi batal apabila orang
yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
-
tidak
mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat.
-
mengetahui
adanya wasiat tersebut tapi ia menolak untuk menerimanya.
-
mengetahui
adanya wasiat itu tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai
ia meninggal sebelum meninggalnya wasiat.
3. wasiat bisa batal apabila barang
yang diwasiatkan musnah.
Dalam
rumusan fiqh, sayid sabiq merumuskan hal-hal yang membatalkan wasiat sebagai
berikut:
-
jika
pewasiat menderita gila hingga meninggal.
-
Jika
penerima wasiat itu meninggal sebelum pewasiat meninggal.
-
Jika
benda yang diwasiatkan itu rusak sebelum diterima oleh orang atau badan yang
menerima wasiat.
v Pencabutan Wasiat
Pencabutan wasiat diatur dalam pasal
199 kompilasi, yang berbunyi:
-
Pewasiat
dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan
persetujuan atau sudah menyatakan persetujuannya tapi kemudian menarik kembali.
-
Pencabutan
wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau
tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte notaries
bila wasiat dahulu dibuat secara llisan.
-
Bila
wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara trtulis
dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan notaries.
-
Bila
wasiat dibuat dengan akte notaries, maka hanya dapat dicabut dengan akte
notaries.
-
Apabila
wasiat yang telah dilaksanakan itu dicabut maka surat wasiat yang dicabut itu
diserahkan kembali kepada pewasiat(pasal 203 ayat (2))
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Wasiat itu adalah pemberian hak milik
secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya mati
2.
Dasar
hukum wasiat, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 180, yang artinya: “Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
3.
Rukun
wasiat: Ada pewasiat, Ada yang diberi wasiat atau penerima wasiat, Ada sesuatu
yang di wasiatkan, berupa harta atau manfaat sesuatu, Ada akad atau
ijab kabul wasiat secara lisan atau tulisan.
4.
Syarat
wasiat: Orang yang memberi wasiat telah baliq, berakal,
benar-benar hak atas harta benda yang akan di wasiatkan. Disamping itu pewasiat
tidak dalam keadaan pengaruh atau tekanan, Orang yang
menerima wasiat masih hidup, Jika yang diwasiatkan harta, jumlahnya tidak melebihi 1/3
harta waris, Wasiat
dilaksanakan jika yang memberikannya meninggal dunia, Pernyataan yang
jelas.
5.
Hikmah
wasiat: Bagi yang berwasiat dengan mencari ridho Allah, maka allah akan
memberikan pahala yang berlipat ganda, dan memberikan berkah yang bermanfaat
bagi penerima dan masyarakat sekitarnya, Pemberi wasiat mendapat amal kebajikan
yang banyak dari harta wasiatnya kepada orang lain selama harta wasiat itu
dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, dan Mentaati perintah Allah swt.
B.
Saran
1.
Dalam pembagian wasiat, harus mengikuti
ketentuan-ketentuan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam al-qur’an.
2.
Dalam pembagian wasiat, sebaiknya dilakukan
musyawarah sebelumnya agar tidak terjadi perselisihan antara anggota keluarga.
`DAFTAR PUSTAKA
Abd. Shomad
, KELUARGA SAKINAH, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1995.
M. Ali Hasan, Hukum
Waris dalam Islam, cet. 6, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1996.
Pasribu,
Chairuman dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
Jakarta, Sinar Grafika, 1994.
Saebani, Beni
Ahmad dan Falah, Syamsul, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung, CV
Pustaka Setia, 2011.
Sudarsono, Sepuluh
Aspek Agama Islam, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1994.
Abdul Qadir
Jaelani, Keluarga Islam, Surabaya, PT, Bina Ilmu, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar